Sepasang Bidadari

Kaum adam tentu sangat menginginkan seorang wanita yang baik hadir dalam hidupnya. Tapi sadarkah kita, wanita baik itu ada di hadapan kita ? yap, betul sekali dialah ibu kita. Ibu adalah bidadari pertama dari sepasang bidadari. Terkadang kita melupakan kehadirannya di muka bumi ini. Kita lupa bahwa kita terlahir dari rahim ibu yang lemah tak berdaya.
Mungkin kalian pernah berimajinasi, bidadari yang memiliki sayap dan bisa terbang. Tentu itu hanyalah ada di dunia fantasi, tapi sesungguhnya bidadari yang luar biasa ialah ibu kita. Ketika saya belum membaca buku 7 keajaiban rezeki. Sungguhlah malu diri ini, yang kurang menghargai seorang ibu, saya akui itu, tetapi bukan berarti saya membicara kejelekan, bukan !!!.
Di waktu kecil kita tidak terlepas dari perhatiaan ibu kita, mengingat kebaikannya tentulah tak sebanding dengan apa yang kita berikan selama ini. Apa yang kita berikan selama ini ? yap betul sekali SIKAP, apakah selama ini sikap ini hormat kepada sang ibu ? tentu yang bisa menjawab kalian sendiri. Coba kita tengok sedikit masa lalu kita dengan ibu kita.
  • Saat kita beusia 1 tahun, orangtua memandikan dan merawat kita. Sebagai balasan, kita malah menangis di tengah malam.
  • Saat kita berusia 2 tahun, orangtua mengajari kita berjalan. Sebagai balasan, kita malah kabur ketika orangtua memanggil kita.
  • Sat kita berusia 3 tahun, orangtua memasakan kita makanan kesukaan kita. Sebagai balasan, kita malah menumpahkannya.
  • Saat kita berusia 4 tahun, orangtua memberi kita pensil berwarna. Sebagai balasan, kita malah mencoret – coret dinding dengan pencil tersebut.
  • Saat kita berusia 5 tahun, orangtua membelikan kita baju yang bagus – bagus. Sebagai balasan, kita malah mengokotorinuya dengan bermain – main di lumpur.
  •  Saat kita berusia 10 tahun, orang tua membayar mahal – mahal uang sekolah dan les kita. Sebagai balasan, kita malas-malasan bahkan bolos.
  • Saat kita berusia 11 tahun, orangtua mengantarkan kita ke mana – mana. Sebagai balasan, kita malah tidak mengucapkan salam ketika keluar rumah.
  •  Saat kita berusia 12 tahun, orangtua mengizinkan kita menonton di bioskop dan acara lain di luar rumah bersama teman – teman kita. Sebagai balasan, kita malah minta orangtua duduk di barisan lain, terpisah dari kita dan teman – teman kita.
  • Saat kita berusia 13 tahun, orangtua membayar biaya kemah, biaya pramuka, dan biaya liburan kita. Sebagai balasan, kita malah tidak memberikan kabar ketika berada di luar rumah.
  • Saat kita berusia 14 tahun, orangtua pulang kerja dan ingin memeluk kita. Sebagai balasan, kita malah menolak dan mengeluh,”Papa, Mama, aku sudah besar!”.
  • Saat kita berusia 17 tahun, orangtua sedang menuggu telepon yang penting, sementara kita malah asyik menelepon teman – teman kita yang sama sekali tidak penting.
  • Saat kita berusia 18 tahun, orangtua menangis terharu ketika kita lulus SMA. Sebagai balasan, kita malah berpesta semalaman dan baru pulang keesokan harinya.
  • Saat kita berusia 19 tahun, orantua membayar biaya kuliah kita dan mengantar kita ke kampus pada hari pertama. Sebagai balasan, kita malah minta mereka berhenti jauh – jauh dari gerbang kampus dan menghardik, “Papa, Mama, aku malu! Aku ‘kan sudah gede”
  • Saat berusia 22 tahun, orangtua memeluk kita dengan haru ketika kita diwisuda. Sebagai balasan, kita malah bertanya kepadanya, “Papa, Mama, mana hadiahnya? Katanya mau membelikan aku ini dan itu ?”
  • Saat kita berusia 23 tahun, orangtua kita membelikan kita sebuah barang yang kita idam – idamkan. Sebagai balasan, kita malah mencela, “Duh! Kalau mau beli apa – apa untuk aku, bilang – bilang dong! Aku ‘kan nggak suka model seperti ni!”
  • Saat kita berusia 29 tahun, orangtua membantu membiayai pernikahan kita. Sebagai balasan, kita malah pindah ke luar kota, meninggalkan meraka, dan menghubungi mereka hanya dua kali setahun.
  •  Saat kita berusia 30 tahun, orangtua memberi tahu kita sebagaimana cara merawat bayi. Sebagai balasan, kita malah berkata, “Papa, Mama zaman sekarang sudah beda, enggka perlu lagi cara – cara seperti dulu.”
  • Saat kita berusia 40 tahun, orangtua sakit – sakitan dan membutuhkan perawatan. Sebagai balasan, kita malah beralasan, “Papa, Mama, aku sudah berkeluarga. Aku punya tanggung jawab terhdap keluargaku.”
“Ya Allah ampunilah kami, atas kelalaian kami terhadap orangtua kami”. Saat membaca bagian ini tanpa saya sadari air mata saya terjatuh ke halaman buku tersebut. Dengan melakukan secara bertahap, saya pertama meminta maaf atas kesalahan yang selama ini saya lakukan. Tentu dengan kondisi yang pas, saat saya meminta minta maaf dalam kondisi hening, lapang, saat itulah saya meminta maaf kepada ibu saya. Jujur awalnya berat dari lidah ini untuk memohon maaf kepadnya . Tetapi setelah diawali, setelahnya membuat saya lebih dekat dengan ibu saya.

Ibu kita adalah jembatan menuju kesuksesan. Do’a ibu adalah senjata yang biasa digunakan para orang sukses. Tentu do’a ibu sangatlah luar biasa. Ada hadits yang berbunyi seperti ini “ridho Allah, ridhonya orangtua.” Jadi siapa yang bisa menghalangi kehendak-Nya ? tentu saja tidak ada.

Saat saya mengenal yang namanya BUKU, sungguh saat itu ketika saya mengingat seorang ibu. Mata saya berkaca – kaca, entah kenapa ? rasanya rindu ingin selalu berjumpa dengannya. “Ya Allah mampukan kami untuk bisa membahagiakan orangtu kami”. Terbayang selalu wajahnya yang penuh senyum dengan suara yang lembut. Memberikan perhatian, yang tiada akhir kepada anaknya.

Perlu kalian ketahui! Impian kita akan terbang melesat bagaikan elang yang sedang kelaparan. Ketika kita sudah menyampaikan IMPIAN kita kepada ibu kita(utamanya). Karena Kita tidak bisa merubah do’a ibu kita, kita hanya bisa minta tolong untuk menyelipkan IMPIAN kita terhadap do’a ibu kita. Lantas bagaimana bila ibu kita sudah pergi meninggalakn kita ? bila masih ada ayah, cobalah minta di do’akan kepada ayah. Bila memang-maaf- kedua orangtua sudah tidak ada. Carilah kerabat orangtua kita, minta maaf kepada meraka dan minta di do’akan.

Lihatlah apa yang terjadi, kita akan merasakan kemudahan saat menjalankan target untuk mencapai sebuah impian. Saya setiap berangkat ke sekolah dan siangnya akan tampil-Public Speaker- sebelumnya saya mencium tangan ibu saya dan mencium kedua pipinya dengan seraya berkata “mah, doain yah. Semoga lancar dan jadi TRAINER yang hebat”, dan kemudahan pun menghampiri saya, saat saya pertama kali berbicara di depan adik kelas yang berjumlah sekitar 150an tanpa ada rasa gugup saat menyampaikannya. Inilah do’a ibu. 

Lihatlah apa yang terjadi, kita akan merasakan kemudahan saat menjalankan target untuk mencapai sebuah impian. Saya setiap berangkat ke sekolah dan siangnya akan tampil-Public Speaker- sebelumnya saya mencium tangan ibu saya dan mencium kedua pipinya dengan seraya berkata “mah, doain yah. Semoga lancar dan jadi TRAINER yang hebat”, dan kemudahan pun menghampiri saya, saat saya pertama kali berbicara di depan adik kelas yang berjumlah sekitar 150an tanpa ada rasa gugup saat menyampaikannya. Inilah do’a ibu

Entah dimana bidadari yang kedua berada ? siapakah dia ? yap betul sekali pasangan kita. Sayangnya saya masih mendiamin bangku sekolah, jadi belum punya deh hehe.
ini sayap kedua yang bisa melejitkan IMPIAN kita terbang bagaikan cahaya kilat. Yap betul sekali bagaikan cahaya kilat. Kenapa demikian ? karena semakin banyak kita menyampaikan IMPIAN kita kepada orang terdekat kita. Insya Allah, orang terdekat itu bagaikan sayap yang akan melengkapi tubuh kita dan terbang meraih IMPIAN kita.[]

About the author

Dwi Andika Pratama

Founder ImpactfulWriting.com | Professional Impactful Writer | Mentor at CertifiedImpactfulWriter.com

Add comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Penulis Blog Ini

Dwi Andika Pratama sapaan akrabnya Kadika. blogger sejak 2012. Menjuarai lebih dari 10x Kompetisi Blog. Penikmat Buku Pengembangan Diri dan Marketing. selengkapnya…

Paling Dicari

Kategori

Part of BloggerHub.id