Serius itu Butuh Proses

S

Sering kali aku melihat bio seseorang (wanita) “lagi cari yang serius”. Tau sih maksudnya kemana dan seolah itu memframing dirinya sendiri kalau dirinya udah siap. Yakin? Hehe.

Aku bukan lagi anak SMA yang cari cinta monyet, aku udah saatnya tau mana yang main main, mana juga yang serius. Tapi sebenernya serius itu seperti apa ya?

Oh ya, serius di sini menitikberatkan ke persoalan romansa, ya. Alias pernikahan. Aku merasakan 5 tahun terakhir perubahan paradigma berpikir dan secara mental kalau saat ini orang takut untuk menjalin hubungan yang nggak pasti.

Ya, mungkin udah lelah. Sama seperti ku. Niatnya mau serius tapi mengontrol emosi aja kadang masih belum mampu.

Dalam bayanganku kata serius yang dibayangkan oleh perempuan adalah langsung melamarnya. Padahal mesti kenal dulu. Ya, dari sikapnya, karakternya, dan bagaimana perilakunya kepada orangtua.

Ya, serius asumsi cowok adalah siap secara finansial dan mental. Tapi ya nggak mesti nunggu siap terus baru nyari jodohnya sih.

Aku lebih suka sambil memantaskan diri, ya memperluas lingkar diri (berinteraksi dengan lawan jenis). Karena ya gimana orang lain mau sama kita wong kita aja nggak gaul. Sepakat?

Ada temen ku, dia udah lulus kuliah dan bekerja juga, sekarang udah tunangan sama kekasihnya. Katanya sih tahun 2019 ini akan nikah. Ya mudah-mudahan lancar sampai hari H.

Aku pernah tiga kali menjalin hubungan yang diniatkan untuk serius. Tapi akhirnya? Udahan juga. Kalau emang nggak ditakdirin bersama, ya emang nggak akan bersama.

Terus terang, setelah kejadian itu jadi kayak agak males menjalin hubungan yang belum jelas. Tapi dari situ aku juga belajar bagaimana menjalin hubungan yang baik, menyelesaikan konflik, dsb.

Bukan berarti aku suka sama orang langsung bilang “oke aku akan serius sama kamu, kapan kita nikah?”. Aku bukan tipe yang kenal langsung nikah. Aku ingin menjalin hubungan terlebih dahulu untuk saling mengenal.

“ada yang ta’aruf sebentar langsung nikah”, ya emang ada. Tapi apakah karakter semua manusia sama demikian. Kan nggak.

Ada yang seperti itu, laki-lakinya baik, perempuannya anak motivator nasional, kandas juga. Gimana?

Jadi sebenernya mau serius itu juga butuh proses. Kalau di awal udah bilang mau serius, ya aku sendiri bakal menjaga diri, membangun plan, belajar bareng, saling mengingatkan.

Karena pengaruh media saat ini juga berdampak ke paradigma seseorang. Ketika ada berita orang pacaran bertahun tahun malah nggak jadi nikah, jadi kita takut seperti itu.

Padahal mesti dipahami, proses mereka menjalinnya gimana, nggak jadinya karena apa.

Ya, itulah media, nggak ada filter walau secara umum kejadian itu benar. Hehe. Tapi itu berasa banget sih. Soalnya aku juga ngerasa seperti “ngapain sih ngejalin hubungan kalau akhirnya nggak jadi”. Alasan ini digerakkan pikiran irasonal alias perasaan takut.

Wajar sih, karena perasaan takut ada untuk melindungi diri. Tapi nggak gitu juga. Hehe. Bahkan aku merasakan itu dan perlahan berkurang. Karena ini datangnya bukan dari pemahaman tapi dari media yang ku ceritakan barusan.

Terus mesti ngapain?

Ya, sambil menemukan, ya memantaskan. Mulai dari mengatur emosi, kebutuhan dan keinginan, hal sederhana yang berdampak besar.

Tulisan ini hadir sifatnya opini pribadi, bisa jadi kita satu suara, atau berbeda. Dan itu wajar ya!

About the author

Dwi Andika Pratama

Founder ImpactfulWriting.com | Professional Impactful Writer | Mentor at CertifiedImpactfulWriter.com

Add comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Penulis Blog Ini

Dwi Andika Pratama sapaan akrabnya Kadika. blogger sejak 2012. Menjuarai lebih dari 10x Kompetisi Blog. Penikmat Buku Pengembangan Diri dan Marketing. selengkapnya…

Paling Dicari

Kategori

Part of BloggerHub.id