“Orang perfeksionis, sebenarnya sedang menutupi perasaan rapuhnya dengan berusaha mengendalikan orang lain dan keadaan.” – My mind
Orang perfeksionis itu rentan stres, rentan tegang bagian belakang lehernya. Iya?
Beneran dicek ke belakang ya? Wkwkwk.
Dan kalau ketawa ketemu yang lucu suka ngakbrul alias ngakak brutal. Hahaha.
“lho, Kadika tahu sih???”
Hmmm… memangnya yang punya sikap perfeksionis kamu saja? Kadika pun demikian.
Bahkan Kadika masih inget banget waktu kecil, ada kejadian yang menurut Kadika itu bentuk sikap perfeksionis.
Apa itu?
Ketika itu pergi ke tempat saudara, seinget Kadika kelas 2 atau kelas 3 SD, ya.
Saat itu Kadika dan mamah naik angkot, terus jam tangan Kadika kena pintu angkot, lalu ketika sudah ambil posisi duduk.
Kadika melihat 2 tombol yang menghadap jari nggak presisi dengan jari tengah dan jari manis, sampe keringet dingin “kok nggeser, sih,”
…maklum masih baru soalnya, sambil benerin 2 tombol itu mesti sejajar dengan 2 jari. Hahahahaha.
Hingga tumbuh dewasa ternyata sikap perfeksionis juga nggak baik buat kesehatan, dampaknya adalah memiliki darah tinggi, jadi tegang terus.
Kalau lagi tegang, enaknya dipijitin kayak abis dicukur rambutnya. Kaum hawa, apakah di salon seperti itu?
Lah, ngapa jadi nyambung ke salon. Oke balik lagi ke topik.
“ah, Kadika kelamaan intronya, buruan kasih tahu gimana cara mengatasi overthinking dan sikap perfeksionisnyaaaa….”
Baiikkkk…
Mari kita mulai, siap, ya?
Cara Mengatasi Sikap Perfeksionis dan Overthinking
Menurutmu, nih, overthinking dulu atau perfeksionis dulu?
“ah, elah Kadika udah pusing dan tegang, masih disuruh jawab, ini? hufttttt…”
Ya, biar sedikit reflektif aja, yaudah deh Kadika saja yang jawab, ya.
Menurut Kadika lebih dulu sikap perfeksionis, kalau definisi Adam Grant dalam Hidden Potential, “orang perfeksionis itu berharap semuanya tanpa ada celah untuk salah.”
Makanya berusaha mengendalikan keadaan dan orang lain, pokoknya keadaan nggak boleh nggak sesuai dengan ekspektasinya.
Ciri-cirinya kalau kita lagi perfeksionis, sering berkata “mestinya kan…”, “harusnya…”, “aturannya tadi…”
Nah, itu tanda kalau sikap perfeksionis kita lagi mode-on, lagi hidup, makanya kalau nggak sesuai ekspektasi malah jadi tegang lehernya.
Ada yang sering ngalamin begitu?
Itu untuk konteks keadaan, begitu juga orang lain.
Karena kita nggak pengen ada celah untuk salah, kita berusaha buat mikirin apa kata orang lain, mikirin respon dengan apa yang akan kita lakukan.
“kira-kira gue nulis ini bakalan direspon apa ya?”
“duh, gue nggak mau kalau si A akan merespon tulisan gue begini…”
“hmmm… gue nggak mau dipersepsikan kayak ini kalau si A mikirnya gini…”
Alhasil kita mikir kemana-mana, ini yang jadi sebab kita overthinking, berpikir berlebihan yang mengundang cemas dan takut.
Padahal ini nggak baik dan nggak bagus banget buat kesehatan fisik dan mental.
“Terus apa solusinya, Kadika?”
Penasaran, kan? Wkwk…
Teruslah membaca, karena solusi ini Kadika sedang jalani dan terus melatihnya.
Berhenti Menebak Isi Pikiran Orang Lain
“yang berat itu cuman di pikiran, bukan ketika dikerjakan.” – Gobind Vashdev
Bulan Maret tahun ini (2025), pas banget bulan puasa, Kadika menyempatkan untuk berkunjung ke Gramedia Matraman di Jakarta Timur.
Meski cukup jauh dari rumah, tapi memang sengaja ke Gramedia jauh, biar waktu di perjalannya dipake buat baca buku di KRL + ngabuburit, kan lagi puasa waktu itu.
Karena nggak pengen pulang dengan tangan kosong, Kadika memutuskan untuk membeli buku Seni Mengelola Emosi karya In Hyun-jin, orang Korea Selatan.
(saran Kadika kalau mau beli, beli saja di Gramedia.com, klik saja link yang di judul, terus checkout dan pilih metode ambil di toko, diskon dapet, nggak pakai ribet dan tunggu lama. Wkwkwk.)
Bukunya bagus banget, isinya relate dengan kehidupan Kadika, ya, kalau buku yang seperti itu nggak akan langsung dibaca sampe selesai, tapi dibaca perlahan sambil dipraktekkin.
Ada satu trigger kenapa Kadika membeli buku itu. Kamu tahu?
Ya, karena Kadika menemukan bagian “Jangan menebak apa yang dipikirkan orang lain.”
Butuh waktu untuk menyadari bahwa selama ini adalah Kadika suka mikirin respon orang lain ketika menulis,
…masih ingat, kan? Berusaha mengendalikan orang lain agar tanpa celah untuk salah.
Meski pun bisa diatasi, tapi terkadang perasaan itu muncul dan cukup menghambat, sekarang Kadika mulai melatih untuk tidak menebak isi pikiran orang lain.
Ketika pikiran itu muncul, Kadika langsung berkata ke diri sendiri, “nggak, nggak, ini lagi jadi orang lain yang mikirin apa yang sedang aku lakukan. STOP dulu, deh!”
Jadi ini adalah akarnya menurut Kadika, cara mengendalikan overthinking adalah berhenti menebak apa yang orang lain pikirkan.
Dari Mana Kebiasaan Kita Menebak Isi Pikiran Orang Lain?
Jujur aja, kondisi mental Kadika sebelum pandemi nggak se-sensitif ini, “kayaknya dulu nggak gini gini banget, deh, suasanya.”
Ketika pandemi mental healthnya sedikit tergerus dengan berita yang bikin cemas dan kondisi yang kiat tak pasti.
Dari mana sebenarnya tebakan isi pikiran orang lain, dari mana lagi kalau bukan komentar netizen di internet.
Kalau ada drama, sesuatu yang dibenci, canceling, dsb, terus kita membaca komentar-komentar negatif, kadang ada itu yang nyantol dalam benak kita.
Alhasil perkataan itu yang bikin kita jadi gusar ketika melakukan sesuatu. Ada pun komentar negatif juga berasal dari kebiasaan kita ngomentarin kejelekan atau kesalahan orang lain.
Sekarang aku paham kenapa dalam Islam ghibahin orang lain itu sama saja kayak makan bangkai daging saudaranya sendiri.
Selain berdosa, ya, ternyata ber-efek pada psikologis kita. Juga bikin kita merasa lebih baik tapi semu.
“sebentar, gimana deh maksudnya, Kadika?”
Secara psikologis kalau secara sadar atau nggak sadar, ghibahin atau ngomongin kejelekan orang bikin kita merasa lebih baik dari orang lain,
…tapi itu semu, cuman perasaan doang, padahal realitanya kita yang nggak lebih baik dari yang diomongin. Wkwk.
Tapi bukan berarti perfeksionis itu nggak punya sisi positifnya.
Ada kok, kalau dialihkan ke hal yang tepat akan membawa keuntungan dan manfaat untuk dirinya sendiri dan orang lain.
“apa aja emang, Kadika?”
Hmm, apa ya? Teruslah membaca hingga tuntas, ya? Hihihi…
Sisi Positif dan Kelebihan Sikap Perfeksionis (profesional)
Salah satu sisi positif perfeksionis adalah kemampuan mengantisipasi kejadian di masa depan.
Dalam konteks pekerjaan perfeksionis akan berguna ketika menjadi planner, yang memikirkan dampak terburuk dan memiliki skenario terbaik untuk sebuah rencana, dan itu dikerjakan secara detail serta runtut.
Jadi meski sebenarnya kalau perfeksionis dalam kehidupan itu menyengsarakan hidup kita, perfeksionis menjadi tepat bahkan mendapatkan imbalan ketika bisa berperan di tempat yang tepat.
Kita bisa bahas di tulisan lainnya aja ya? Tapi yang jelas…
Intinya adalah, Berhenti Menebak Isi Pikiran Orang lain
Yes, itu saja inti dari tulisan ini, mulailah melatih berhenti menebak isi pikiran orang lain.
“menarik ini Kadika, terus apa bedanya perfeksionis dengan empati Kadika?”
Nah, nanti saja kita bahas tulisan berikutnya, ya, biar tetap penasaran, dan terus penasaran. Hahaha…
Salam,
Kadika
Kalau kamu suka sama tulisan ini, bagikan ke temanmu, ya?
Biar insight yang kamu baca jadi berkah–bertumbuh dan berdampak.
Kontribusimu bisa bantu hadirkan tulisan berdampak untuk lebih banyak orang.
Scan QRIS untuk Berkontribusi:

Kalau siap belajar lebih dalam, gimana nulis yang enak dibaca, relate, dan bikin pembaca ketagihan, bisa ikut pelatihan dan sertifikasi content writing dan copywriting, ya.
Founder ImpactfulWriting.com | Professional Impactful Writer | Mentor at CertifiedImpactfulWriter.com